Minggu, 07 Maret 2010

Demokasi

LiAt Isi Dunia


Jika dilihat dari sejarahnya Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi rupanya kita masih bertanya–tanya sebenarnya rakyat mana yang dimaksud ?? memang dalam penjelasan diatas demokrasi diartikan “oleh rakyat dan untuk rakyat” dalam pemerintahan memang di selenggarakan oleh rakyat tapi ketika di singgung “untuk rakyat” kita akan bertanya-tanya karena hingga saat ini masih banyak rakyat yang belum bisa sejahtera, belum bisa tercukupi kebutuhanya bahkan hanya untuk makan pun mereka belum bisa mencukupinya. Maka kita bertanya dimanakah arti demokrasi yang sesungguhnya sesuai diartikan di atas bahwa oleh rakyat untuk rakyat. Saat ini demokrasi hanya berputar pada kepentingan pribadi rakyat-rakyat dalam pemerintahan dan rakyat-rakyat yang berhubungan dengan pemerintahan, ini tercermin mana kala orang berebut untuk mencapai kekuasaan dan tinggat tertinggi di negara ini; bahkan dalam prosesnya sangat tidak sesuai dengan yang kita inginkan yaitu yang demokratis, penuh kedewasaan, jujur dan tertip tanpa rekayasa sesuai yang diamatkan Undang-undang dasar 1945. sepertinya kita harus lebih banyak belajar lagi dari negara-negara lain mengenai sikap demokratis, jujur, dan yang paling penting sikap kedewasaan. Mungkin kita masih ingat saat ajang pemilihan Presiden di Amerika Serikat disana untuk menjadi seorang presiden harus melewati banyak tahap pertarungan. Bayangkan, saat penyelisihan saja sudah tercermin nilai kedewasaan terlihat ketika Hillary Clinton kalah dengan Obama dalam "babak penyisihan" di kubu Demokrat. Hillary bukan hanya mengakui kekalahannya, tetapi (bersama suaminya Bill Clinton) mengajak pendukungnya untuk bersatu mendukung Obama. Dalam pidato pengunduran dirinya sesudah kalah, Hillary mengatakan : "Saya mendukung penuh Obama. Hari ini saya mengucapkan selamat kepadanya atas kemenangannya dalam pertarungan luar biasa yang dijalaninya. Saya minta semua pendukung saya bersatu mendukung Obama." Bahkan manakala babak final didepan mata dan akhirnya Obama menang atas pemilihan presiden di Amerika. Hanya butuh 30 menit saja bagi McCain setelah dirinya kalah dari Obama, McCain menyampaikan pidato di depan para pendukungnya: "Kalau sekarang ini kita kalah, itu bukan kegagalan Anda semua, tetapi kegagalan saya! Malam ini sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya semoga berhasil dan menjadi presiden saya."
Rakyat sedunia bukan hanya kagum kepada Obama sang pemenang, tetapi juga kepada McCain yang secara jujur mengakui kekalahan dan mengajak segenap rakyat AS mendukung tugas-tugas Obama sebagai Presiden AS. Sikap demokratis dan kenegarawanannya tak bisa mengalahkan kekecewaannya karena tersisih untuk menuju ke Gedung Putih. Ia merasa lebih sebagai rakyat AS daripada sebagai John McCain.
Kejadian ini mestinya dapat kita jadikan pelajaran yang berharga dan pendewasaan bagi para politisi kita yang masih sibuk "menegakkan demokrasi" dengan jegal-menjegal, menyebar intrik dan isu untuk menjatuhkan lawan. Kalau kalah pun tidak mau menerima kekalahannya. Bahkan tidak jarang berujung di pengadilan dan semua prosesnya penuh rekayasa. Bahkan hingga tingkat yang paling tinggi sekalipun sikap lapang dada rupanya masih menjadi angan-angan atau mimpi bagi kita rakyat Indonesia bahkan dikutip dari ucapan seorang tokoh mengatakan bahwa semua presiden yang pernah memimpin negeri kita tak pernah bicara dengan presiden penggantinya karena yang diganti tidak legawa (menerima dengan rela) melepas kekuasaan pada penggantinya. Seolah-olah, yang pengganti adalah musuh seumur hidup di mata yang digantikan. Ini sangat tidak mencerminkan sikap yang selalu diserukan oleh para pemimpin tersebut. Bayangkan diamerika saja yang perbedaannya cukup mencolok dapat disatukan dalam satu suara tanpa ada opsi sebagai pihak yang kalah atau yang menang. Lalu bagai mana dengan kita? ; kita memiliki semboyan luhur Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti juga merupakan negara pluralis, namun dalam toleransi keberagamaan masih bermasalah. Jawa atau bukan Jawa, putra daerah atau bukan, minoritas atau mayoritas, masih dipersoalkan. Bahkan juga dalam urusan nasionalis-Islam atau sipil-militer serta urusan umur maupun gender.
Padahal Semua orang diciptakan setara. Bagi Indonesia, pembelajaran dan pendewasaan berdemokrasi dengan mengambil contoh dari pilpres di AS ini jauh lebih penting maknanya daripada sekadar menyambut baik kemenangan Obama sebagai kulit hitam pertama yang menjadi presiden ke-44 AS.